Pendistribusian batu bara sebagai bahan bakar untuk proses produksi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih sering tersendat. Hal ini menyebabkan beberapa PLTU mengalami gangguan dan juga keterlambatan produksi.
Direktur Pengadaan Startegis PLN Supangkat Iwan Santoso menyebutkan memang tidak ada sampai menimbulkan produksi pembangkit listrik berhenti, namun dampak lain akibat pasokan batu bara yang tersendat lebih kepada keterlambatan produksi listrik.
Selain itu hal yang menyebabkan pasokan batu batar tersendat adalah menipisnya stok batu bara akhir-akhir ini.
Kekurangan pasokan batu bara untuk sektor kelistrikan bermula dari rencana penerapan harga batu bara khusus untuk kelistrikan sebesar US$ 70 per ton, sehingga sejumlah produsen batu bara sempat menurunkan pasokan di beberapa sektor dan salah satu terimbas adalah PLTU.
”Pada awal-awal terpengaruh, harga di luar kan tinggi sekali. Ada dampak dari cuaca, harga tinggi, kan ada isu harga DMO batu bara yang waktu itu belum diputuskan. Mungkin mereka takut, ngeremlah, sehingga stok kita rendah,” ungkap Supangkat.
Para pengusaha kebanyakan lebih memilih untuk menjual batu bara ke luar negeri karena harga di pasaran luar untuk jual masih sangat tinggi. Stok batu bara PLN di beberapa pembangkit bahkan sampai sekarang masih dibawah ambang batas aman 15 hari.
“Di luar tinggi (harga batu bara), mungkin disedot keluar juga. Sampai sekarang dampak itu masih ada, stok masih di bawah 15 hari. Ideal diatas 15 hari,” kata dia.
Data yang dilansir dari Kementerian ESDM mencatat realisasi ekspor batu bara mencapai 94,68 juta ton. Untuk penyerapan batu bara sampai dengan Juni untuk DMO mencapai 53,45 juta ton. Sebagian besar atau sekitar 42,41 ton diserap oleh pembangkit listrik PLN atau sekitar 46% dari target serapan 90 juta ton tahun ini.
Bukan hanya masalah harga, Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat menilai masalah transfer kuota juga turut mempengaruhi pasokan batu bara yang berimbas kepada pasokan batu bara PLTU. Transfer kuota menjadi jalan yang harus dilakukan perusahaan tambang batu bara yang wajib memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari total produksi.
Transfer dimungkinkan karena tidak semua spesifikasi batu bara dari yang dimiliki perusahaan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan PLN. Namun sampai sekarang transfer urung dilakukan karena pelaku usaha masih menantikan aturan main yang pasti tentang transfer kuota.