Irnawati dan Sutanto merupakan dua diantara belasan terdakwa vaksin palsu. Kedua terdakwa tersebut telah menjalani vonis di Pengadilan Negeri Bekasi. Sebelumnya Irnawati merupakan perawat di Rumah Sakit Harapan Bunda Kramat Jati, Jakarta Timur. Dalam kasus vaksin palsu, Irnawati diberi kewenangan memesan obat-obatan, termasuk vaksin Pediacel dari distributor tidak resmi.
Menurut pengakuannya, Irnawatai membeli vaksin tersebut karena disuruh dr Lenny Syukriati mengingat stok vaksin yang berada di rumah sakit tengah mengalami kekosongan selama berbulan-bulan.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bekasi, Irnawati mengungkapkan bahwa ketika stok vaksin kososng, dokter Lenny menyuruhnya untuk memesan vaksin Pediacel. Kemudian Irnawati memesannya ke CV Azka Medika. Dari harga jual yang telah ditetapkan kalau ada keuntungan nantinya akan dibagi-bagi.
Sebagai perawat, Irnawati mengaku bertugas mendampingi dr Lenny dan dirinya selalu menginformasikan ketersediaan vaksin kepada dokter tersebut. Irnawati menambahkan bahwa meski stok sedang kosong dr Lenny kerap menawarkan pada orang tua pasien agar balitanya diimunisasi difteri, pertusis, dan tetanus.
Irnawati mengaku vaksin Pediacel untuk DPT tidak dibeli dari distributor resmi. Ia membelinya ke marketing CV Azka Mediaka bernama Syahrul.
Sementara Sutanto dalam kasus vaksin palsu berperan sebagai distributor di wilayah Jawa tengah. Sutanto tidak sendiri dalam menjalankan perannya. Ia ditemani Mirza dalam menjadi distributor. Kedua terdakwa tersebut ditangkap di Jalan Agus Salim, Semarang, Jawa Tengah. Vaksin palsu tersebut diedarkan Sutanto dan Mirza di Jawa Tengah dan Medan.
Kasus vaksin palsu yang melibatkan Irnawati dan Sutanto telah masuk ke pengadilan. Irnawati divonis 7 tahun penajara dan denda Rp 1 miliar dan Sutanto divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsiser 5 bulan kurungan.