Indonesia Just Energy Transition Partnership telah mengalokasikan dana sebesar US$20 miliar untuk mendukung transisi energi yang adil di Indonesia. Langkah ini sejalan dengan tuntutan global untuk menciptakan dunia yang lebih ramah lingkungan, mengurangi ketergantungan pada energi yang merusak lingkungan, dan beralih ke energi yang lebih bersih dan terbarukan.
Transisi energi merupakan proses penting untuk mengurangi penggunaan sumber energi fosil seperti batubara, minyak, dan gas, dan menggantinya dengan sumber energi baru terbarukan seperti tenaga surya, air, dan angin. Tujuan utamanya adalah mencapai net zero emission di setiap negara dengan menggunakan sumber energi bersih.
Pada konferensi Conference of Parties (COP) 28 di Dubai, Uni Emirat Arab, pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca dan memerangi perubahan iklim kembali ditegaskan. Banyak negara, termasuk Indonesia, menerapkan skema transisi energi untuk mencapai tujuan bersama ini.
Melalui Indonesia Just Energy Transition Partnership (JETP), perjanjian yang memobilisasi pendanaan dari pemerintah dan swasta, Indonesia telah menganggarkan US$20 miliar untuk mendukung transisi energi yang adil. Perjanjian ini ditandatangani oleh Presiden Indonesia dan International Partners Group (IPG) yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang pada KTT Pemimpin G20 di Bali pada 15 November 2022.
JETP Indonesia menargetkan pada tahun 2030 untuk membatasi total emisi sektor ketenagalistrikan sebesar 290 juta ton CO2, mempercepat penggunaan energi terbarukan hingga berkontribusi setidaknya 34 persen dari seluruh pembangkit listrik, serta mencapai emisi nol bersih di sektor ketenagalistrikan pada tahun 2050.
Asian Development Bank (ADB), bagian dari IPG, terus berkomunikasi dengan pemerintah Indonesia untuk mendukung rencana transisi energi ini melalui skema Energy Transition Mechanism (ETM). Pada pertemuan tahunan ADB di Tbilisi, Georgia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Presiden ADB Masatsugu Asakawa membahas lebih lanjut tentang program pendanaan transisi energi dengan skema ETM untuk Indonesia.
“Kita follow up apa yang sudah diumumkan di Indonesia waktu itu dengan JETP, ETM, mereka mulai menstrukturkan dan masih banyak pekerjaan teknis, tapi bagus bahwa kita mulai bicara yang real,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menyampaikan upaya Indonesia dalam mewujudkan transisi energi dan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pada Desember 2023, Indonesia dan ADB menyepakati komitmen untuk mempercepat pelaksanaan pensiun dini PLTU dalam kerangka ETM. Program ETM bertujuan untuk mengakselerasi transisi energi berkelanjutan dari energi fosil ke energi bersih, yang didukung oleh pemerintah, investor swasta, dan filantropi.
ETM saat ini dijalankan di lima negara, yaitu Indonesia, Vietnam, Filipina, Pakistan, dan Kazakhstan, dengan program di Indonesia dianggap paling ambisius dan progresif.
Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa dalam penghentian operasi PLTU lebih dini, perlu dipertimbangkan sumber pendanaan untuk kompensasi pendapatan yang hilang. Diskusi mengenai ETM di Indonesia semakin konkret dan teknis, dengan Kementerian Keuangan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan PLN.
Sri Mulyani dan Presiden ADB juga membahas langkah konkret untuk memobilisasi pendanaan dari sumber lain guna mendukung upaya pensiun dini PLTU. “Jadi kita sekarang bicara sampai kepada hal yang konkret dan komitmen dari ADB untuk bisa mobilizing funding juga dari yang lain,” katanya.
Pada awal Desember 2023, ADB menandatangani perjanjian kerangka kerja tidak mengikat untuk mendukung penghentian operasional PLTU Cirebon-1 berkapasitas 660 megawatt lebih cepat dari jadwal, sebagai bagian dari komitmen untuk transisi energi di Asia dan Pasifik.
Demikian informasi seputar pertumbuhan transisi energi dengan pendanaan dari JETP untuk Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Postmineral.Com.