Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menilai kebijakan pemerintah memperpendek izin impor BBM menjadi enam bulan berpotensi menekan minat investasi SPBU di Indonesia. Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal, menyebut kepastian hukum sangat penting untuk menjaga iklim usaha di sektor hilir migas.
Menurut Moshe, regulasi yang berubah tanpa penjelasan bisa menjadi sentimen negatif bagi investor. “Harus didiskusikan dengan pemangku kepentingan, tidak hanya dengan Pertamina. Kalau tidak jelas, tentu memengaruhi iklim investasi,” ujarnya soal investasi SPBU di Indonesia, Selasa (2/9/25).
Izin Impor BBM Dipangkas, Bagaimana Nasib investasi SPBU di Indonesia?
Ia menilai kebijakan baru tersebut bisa memperkuat dominasi Pertamina di pasar. Kondisi ini membuat perusahaan swasta kesulitan bersaing dan menurunkan minat investor baru masuk ke bisnis SPBU. “Kalau Pertamina kuasai 100%, tidak ada lagi persaingan sehat,” tegasnya.
Padahal, persaingan sehat mendorong inovasi, peningkatan layanan, hingga harga kompetitif yang menguntungkan konsumen. Kehadiran SPBU swasta seperti Shell dan BP-AKR sejak reformasi UU Migas 2001 seharusnya dijaga agar iklim usaha tetap adil.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia sebelumnya memastikan kuota impor BBM bagi SPBU swasta tetap diberikan, bahkan ditambah 10% dibanding tahun lalu. Namun, perubahan durasi izin impor membuat operator swasta harus menyesuaikan ongkos logistik dan perencanaan bisnis.
Direktur Utama Petrogas Jatim Utama Cendana, Hadi Ismoyo menegaskan aturan itu berdampak pada kelangkaan BBM di sejumlah SPBU swasta. Menurutnya, perubahan izin impor dari 12 bulan menjadi 6 bulan membuat penyesuaian lebih rumit.
Kepastian regulasi menjadi kunci keberlanjutan investasi SPBU di Indonesia. Tanpa persaingan sehat, dominasi Pertamina dikhawatirkan menghambat inovasi, pelayanan, dan kepercayaan investor swasta.
Demikian informasi seputar perkembangan investasi SPBU di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Postmineral.Com.
