Seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi global di tengah digitalisasi teknologi, kebutuhan energi nuklir kembali menjadi bahan perdebatan. Pencarian daring berbasis kecerdasan buatan (AI) kini menyedot energi listrik hingga sepuluh kali lipat lebih besar dibandingkan dengan pencarian tradisional seperti Google.
Hal itu memunculkan kebutuhan akan solusi energi yang dapat mengimbangi permintaan tinggi tanpa memperburuk emisi gas rumah kaca (GHG). Perusahaan teknologi besar seperti Amazon dan Google telah menunjukkan minat yang besar terhadap energi nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
Mereka berencana membangun pembangkit nuklir dengan reaktor modular kecil atau Small Modular Reactors (SMR), yang diklaim lebih murah, lebih aman, dan lebih cepat dibangun dibandingkan reaktor nuklir konvensional.
Namun, meskipun teknologi ini menjanjikan efisiensi lebih tinggi, kelompok lingkungan dan beberapa analis tetap skeptis mengenai keunggulannya, mengingat SMR belum terbukti di skala komersial dan ancaman dari kebutuhan energi nuklir itu sendiri.
Sementara itu, negara-negara seperti Jerman menunjukkan perubahan sikap terhadap energi nuklir. Partai konservatif CDU Jerman bahkan menjadikan riset nuklir sebagai salah satu tema kampanye mereka jelang pemilu mendatang.
Hal itu mencerminkan peningkatan pragmatisme di kalangan pemerintah, yang kini lebih fokus pada keseimbangan antara ketahanan energi dan krisis iklim.
Meskipun demikian, kelompok lingkungan mengingatkan bahwa proyek kebutuhan energi nuklir baru cenderung berbiaya mahal dan memakan waktu lama untuk dibangun, sehingga tidak dapat segera membantu mencapai tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Meskipun energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin menawarkan solusi cepat dan murah, ketergantungan pada kondisi cuaca membuat energi nuklir tetap dipandang sebagai opsi yang dapat menyediakan kapasitas energi stabil dalam jangka panjang.
Sejumlah negara maju, seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Jepang, berencana meningkatkan kapasitas nuklir mereka menjelang tahun 2050. Namun, laporan terbaru dari World Nuclear Industry Status Report (WNISR) menunjukkan bahwa tujuan tersebut mungkin sulit tercapai, mengingat banyaknya hambatan, termasuk biaya, waktu konstruksi, dan kapasitas industri.
Demikian informasi seputar penjelasan kebutuhan energi nuklir secara global. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Postmineral.Com.